KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA– Kabar menggembirakan datang dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Di tengah kondisi daya beli masyarakat yang menurun, Pemkot Yogyakarta memilih langkah tak biasa namun menyentuh: memotong anggaran perjalanan dinas dan mengalihkannya untuk program padat karya demi rakyat kecil.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa program padat karya akan diperluas pada tahun 2025 sebagai solusi untuk mengatasi persoalan pengangguran, kemiskinan, serta stagnasi ekonomi di kalangan warga.
“Kalau sekarang ada efisiensi dan daya beli turun, maka cara terbaik membagi rezeki adalah lewat padat karya,” ujar Hasto saat membuka program padat karya di Kelurahan Pandeyan, Senin (14/4/2025).
Langkah konkret Pemkot dimulai dari realokasi anggaran perjalanan dinas DPRD Kota Yogyakarta yang semula mencapai Rp22 miliar. Setengah dari angka itu—Rp11 miliar—akan digeser ke program padat karya melalui APBD Perubahan 2025.
“Kalau untuk dinas luar kota, uangnya justru habis di luar wilayah: hotel, transportasi, dan konsumsi. Tapi kalau padat karya, langsung masuk ke kantong rakyat,” tegas Hasto.
Tak hanya menyerap tenaga kerja, program padat karya juga diarahkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Hal ini menyasar kawasan kumuh dan mendorong penurunan kasus penyakit seperti TBC, demam berdarah, serta stunting.
“Lingkungan yang bersih itu berdampak langsung pada kesehatan. Jadi, padat karya ini bukan cuma soal pekerjaan, tapi soal kualitas hidup warga,” kata Hasto.
Salah satu contohnya adalah proyek padat karya di RT 27 RW 7 Kampung Sidikan, Kelurahan Pandeyan, yang fokus pada pembangunan talud pemukiman sepanjang 111 meter dan tinggi 1,3 meter. Pekerjaan ini dibiayai dari APBD Kota Yogyakarta 2025 sebesar Rp301,4 juta.
48 Warga Ikut Bekerja, Dapat Gaji dan Jaminan Sosial
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, Maryustion Tonang, mengungkapkan bahwa sebanyak 48 warga terlibat langsung dalam proyek tersebut. Mereka merupakan warga setempat yang sebelumnya berpenghasilan tidak tetap.
“Selain dapat upah, para pekerja juga dilindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan selama 30 hari, termasuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian,” jelas Tonang.
Salah satu peserta padat karya, Karyanto, mengaku sangat terbantu oleh program ini. Sebelumnya, ia hanya bekerja serabutan sebagai ojek online tanpa penghasilan tetap.
“Alhamdulillah bisa kerja di proyek ini. Dapat penghasilan tambahan, ekonomi jadi terbantu, pengangguran juga berkurang. Semoga program ini terus berlanjut,” harap Karyanto.
Dengan strategi anggaran yang berpihak kepada rakyat dan program padat karya yang menyentuh langsung masyarakat, Kota Yogyakarta menunjukkan komitmennya sebagai kota yang inklusif dan solutif. Jika program ini terus berlanjut dan berkembang, bukan tidak mungkin Yogyakarta akan menjadi model penanganan krisis ekonomi mikro yang patut dicontoh daerah lain. (*)
Tinggalkan Balasan