KABARSEMBADA.COM, BANTUL – Wakil Menteri Sosial RI, Agus Jabo Priyono, melakukan kunjungan langsung ke rumah dua remaja dari keluarga miskin di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (10/5/2025). Kunjungan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah memastikan calon siswa Sekolah Rakyat berasal dari keluarga pra-sejahtera sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Dengan mengendarai sepeda motor, Wamen Agus menyusuri gang-gang kecil menuju rumah Alfin Setya Nugroho, 15 tahun di Padukuhan Sanggrahan dan Galuh Intan Prastiwi, 15 tahun, di Padukuhan Cobongan, Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan. Kedua remaja tersebut merupakan calon peserta didik Sekolah Rakyat, program pendidikan khusus bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
“Arahan Presiden sangat jelas. Sekolah Rakyat ini hanya untuk anak-anak dari keluarga yang benar-benar miskin. Berdasarkan Data Tunggal Kesejahteraan Sosial, mereka harus masuk desil 1,” tegas Agus kepada wartawan.
Menurutnya, mayoritas orang tua calon siswa Sekolah Rakyat berasal dari profesi buruh dengan pendapatan bulanan sekitar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta, untuk menopang kehidupan keluarga dengan 4 hingga 5 anggota.
“Dalam situasi seperti itu, membiayai pendidikan tentu sangat berat. Oleh karena itu, Presiden memerintahkan agar program ini segera dibuka tahun ini juga,” tambahnya.
Target 100 Sekolah Rakyat Tahun Ini
Hingga saat ini, tercatat sudah ada 53 Sekolah Rakyat di berbagai daerah. Pemerintah menargetkan jumlahnya meningkat menjadi 100 sekolah pada akhir tahun 2025. Presiden disebut memberi perhatian khusus pada anak-anak seperti Galuh, Alfin, dan Nayla — anak di Makassar yang secara khusus disebut dalam sidang kabinet.
“Sekolah Rakyat ini adalah bentuk kehadiran negara untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu. Presiden bilang, ini untuk anak-anak seperti Nayla, Galuh, dan Alfin,” ujar Agus.
Verifikasi lapangan yang dilakukan Kementerian Sosial bersama Dinas Sosial Kabupaten Bantul membenarkan bahwa Alfin dan Galuh memenuhi syarat sebagai calon siswa. Kondisi ekonomi dan latar belakang keluarga mereka masuk dalam kategori sangat miskin.
Kisah Haru Alfin dan Galuh
Ngadiman, ayah Alfin yang bekerja sebagai buruh harian, tak kuasa menahan haru saat menceritakan kesulitan membiayai pendidikan anaknya.
“Ekonomi saya pas-pasan. Saya bersyukur sekali ada bantuan ini. Kalau nilai anak saya bagus, sebenarnya saya ingin sekolahkan ke SMK, tapi karena tidak mampu, akhirnya masuk ke Sekolah Rakyat,” ujar Ngadiman sambil menahan tangis.
Sementara itu, Galuh yang bercita-cita menjadi pramugari, menuturkan kesedihannya karena harus tinggal jauh dari ibunya.
“Bapak saya sudah meninggal, dan ibu kerja di rumah makan setiap hari. Saya sedih harus jauh dari ibu, tapi saya ingin membanggakan beliau,” ucap Galuh dengan suara lirih namun penuh semangat.
Galuh menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo dan Kementerian Sosial karena telah membuka jalan untuknya menggapai cita-cita. (*)
Tinggalkan Balasan