KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA – Tanaman liar yang kerap tumbuh di pekarangan rumah, tepi hutan, hingga kawasan konservasi ternyata menyimpan ancaman tersembunyi bagi budidaya jeruk. Murraya sumatrana, tanaman asli Indonesia, kini terbukti secara ilmiah dapat menjadi inang alami bakteri penyebab penyakit jeruk paling merusak huanglongbing (HLB) atau citrus greening.
Temuan penting ini diungkap dalam hasil riset kolaboratif internasional yang dipimpin tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Hasil penelitian telah dipublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi Plant Disease (Q1) edisi April 2024, dengan judul “Natural Infection of Murraya paniculata and Murraya sumatrana with ‘Candidatus Liberibacter asiaticus’ in Java”.
Riset ini mencatat untuk pertama kalinya bahwa M. sumatrana dapat terinfeksi secara alami oleh bakteri Candidatus Liberibacter asiaticus (CLas) patogen utama penyebab HLB yang disebarkan oleh serangga kutu loncat jeruk (Diaphorina citri).
“Ini membuka perspektif baru dalam pengendalian HLB. Tanaman yang selama ini dianggap tidak berbahaya ternyata bisa menjadi reservoir patogen,” jelas Prof. Siti Subandiyah, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Kamis (17/4/2025).
Tim peneliti mengumpulkan sampel Murraya paniculata dan Murraya sumatrana dari sejumlah lokasi di Yogyakarta, Purworejo, dan Kebun Raya Bogor selama lebih dari satu tahun. Identifikasi spesies dilakukan melalui pendekatan taksonomi klasik dan analisis molekuler, seperti uji DNA kloroplas dan ITS. Kemudian keberadaan bakteri diuji menggunakan metode PCR konvensional dan real-time PCR.
Hasilnya menunjukkan empat sampel M. paniculata dan tiga sampel M. sumatrana positif terinfeksi CLas.
Ancaman Diam-Diam di Sekitar Kebun Jeruk
Secara ekologi, M. sumatrana dikenal sebagai tanaman liar yang banyak tumbuh di kawasan tropis Indonesia. Meski terlihat sehat, tanaman ini bisa menyimpan bakteri penyebab HLB tanpa menunjukkan gejala jelas. Ini menjadikannya sebagai inang tersembunyi yang sangat potensial menyebarkan penyakit ke tanaman jeruk budidaya.
Tak hanya itu, vektor penyakit HLB, kutu loncat jeruk, juga diketahui berkembang biak dengan cepat di pucuk muda Murraya. Saat musim kemarau, populasinya meningkat dan mudah berpindah ke pohon jeruk terdekat.
“Di sekitar kebun jeruk hingga taman kampus, kami temukan populasi serangga ini cukup tinggi di tanaman M. paniculata dan M. sumatrana,” ungkap Siti.
Pendekatan Ekosistem Jadi Kunci Pengendalian
Meski temuan ini mengkhawatirkan, Prof. Siti menegaskan bahwa bukan berarti tanaman M. sumatrana harus dibasmi. Sebaliknya, pendekatan pengelolaan lanskap berbasis ekosistem harus diterapkan.
“Kita perlu mengelola, bukan memusnahkan. Tanaman lokal tetap punya peran penting secara ekologis,” tegasnya.
Langkah strategis yang disarankan antara lain Pemantauan rutin tanaman sekitar kebun jeruk, Pengendalian populasi vektor secara terpadu, dan Karantina dan pengawasan pergerakan tanaman antarwilayah
Salah satu kekuatan riset ini adalah kombinasi antara taksonomi klasik dan bioteknologi molekuler. Identifikasi spesies tidak hanya berdasarkan morfologi daun, bunga, dan buah, melainkan dikonfirmasi dengan urutan DNA kloroplas dan ITS.
Pendekatan ini penting karena M. paniculata dan M. sumatrana sering kali tertukar secara visual, padahal perbedaan status sebagai inang patogen punya implikasi besar terhadap kebijakan karantina tumbuhan dan pengendalian HLB di sektor hortikultura.
Penelitian ini didukung oleh LPDP dan BPPT, serta menjadi bagian dari disertasi Ayu Lestiyani, mahasiswa doktoral di Program Studi Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM. Kolaborasi juga melibatkan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) dan Tokyo University of Agriculture, termasuk pengambilan sampel bersama Kebun Raya Bogor.
“Kalau kita hanya fokus pada tanaman jeruk, tapi membiarkan tanaman liar terinfeksi di sekitarnya, itu seperti menutup satu pintu tapi membiarkan pintu lain tetap terbuka,” papar Siti.
Penemuan ini menjadi peringatan penting bagi petani, peneliti, dan pembuat kebijakan bahwa pengendalian HLB tidak cukup hanya dari kebun. Pendekatan menyeluruh berbasis lanskap dan kolaborasi lintas disiplin sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit tanaman yang semakin kompleks. (*)
Tinggalkan Balasan