KABARSEMBADA.COM, JAKARTA – Pemerintah akhirnya memutuskan menghentikan sementara operasional tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan ini diambil menyusul meningkatnya tekanan dari publik, termasuk desakan dari organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia.
Tambang yang dipersoalkan ini dikelola oleh PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam), BUMN yang bergerak di sektor pertambangan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa meskipun tambang berada jauh dari kawasan wisata ikonik seperti Piaynemo, pemerintah tetap bertindak tegas merespons keluhan masyarakat.
“IUP produksinya terbit sejak 2017, dan lokasi tambang berjarak sekitar 30 hingga 40 kilometer dari spot wisata,” ujar Bahlil di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Namun, Bahlil juga menegaskan bahwa aktivitas tambang akan dihentikan sementara waktu untuk dilakukan verifikasi mendalam oleh pemerintah.
Menanggapi keputusan pemerintah, Plt Presiden Direktur PT Gag Nikel, Arya Arditya, menyatakan pihaknya siap mengikuti seluruh proses verifikasi yang dilakukan pemerintah, serta menghentikan operasional selama masa evaluasi berlangsung.
“Kami mendukung penuh langkah verifikasi dan menghormati keputusan Menteri ESDM. Ini bagian dari komitmen kami terhadap transparansi dan kepatuhan hukum,” kata Arya dalam pernyataan resminya.
Arya juga menambahkan bahwa PT Gag Nikel terbuka untuk bertanggung jawab jika terbukti terjadi pelanggaran terhadap regulasi lingkungan dan sosial yang berlaku.
Greenpeace Soroti Dugaan Pelanggaran di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran
Isu ini mencuat setelah Greenpeace Indonesia melaporkan dugaan pelanggaran aktivitas tambang di Pulau Gag serta dua pulau lain yaitu Kawe dan Manuran. Laporan tersebut menyebutkan bahwa aktivitas penambangan telah menabrak ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam laporan yang diserahkan kepada Kementerian ESDM, Greenpeace menyatakan bahwa wilayah tersebut semestinya menjadi kawasan konservasi dan tak layak dijadikan lokasi industri ekstraktif.
Raja Ampat dalam Ancaman: “Surga Bawah Laut Jangan Tercemar Tambang”
Raja Ampat dikenal dunia karena kekayaan hayatinya yang luar biasa—terumbu karang, spesies laut endemik, dan perairan biru jernih yang menjadi magnet wisatawan mancanegara. Maka tak heran jika isu tambang nikel ini menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, mulai dari warga lokal hingga aktivis lingkungan global.
Kementerian ESDM mengonfirmasi bahwa verifikasi lapangan segera dilakukan, dan hasilnya akan menentukan nasib tambang nikel di kawasan yang dijuluki “Surga Terakhir di Bumi” ini.
Polemik tambang nikel di Raja Ampat menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Di satu sisi, nikel merupakan komoditas strategis untuk baterai kendaraan listrik dan transisi energi hijau. Di sisi lain, pelestarian alam Raja Ampat menjadi keharusan yang tak bisa ditawar.
Langkah penghentian sementara ini menjadi sinyal bahwa pemerintah sedang mencari titik temu antara pembangunan dan perlindungan ekosistem. Masyarakat dan dunia kini menanti, mana yang akan lebih dulu diselamatkan, kekayaan alam atau keuntungan tambang? (*)
Tinggalkan Balasan