KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA – Pemerintah Daerah atau Pemda DIY tengah mengintensifkan langkah penataan kawasan Taman Parkir Abu Bakar Ali (ABA) dengan pendekatan humanis dan dialogis. Fokus utama saat ini adalah melakukan verifikasi data terhadap para juru parkir (jukir), pedagang, dan petugas kebersihan yang terdampak kebijakan tersebut.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono, menegaskan bahwa proses penataan dilakukan secara bertahap agar tidak menimbulkan kegaduhan sosial. Menurutnya, keterlibatan warga dan transparansi data menjadi kunci agar keputusan yang diambil bersifat adil dan tepat sasaran.
“Kami tidak ingin gegabah. Dialog tetap kami kedepankan agar hasil akhirnya benar-benar menjadi keputusan terbaik untuk semua pihak, terutama mereka yang menggantungkan hidup di kawasan ABA,” ujar Beny, Kamis (1/5/2025).
Pemda DIY juga menggandeng Pemerintah Kota Yogyakarta selaku pemilik otoritas wilayah serta Gubernur DIY untuk memastikan sinergi kebijakan berjalan lancar. Beny menyebut dinamika dan gesekan di lapangan merupakan hal wajar, seperti halnya pengalaman penataan kawasan Teras Malioboro beberapa waktu lalu.
“Kami belajar dari pengalaman. Proses ini memang tidak akan berjalan mulus, tapi tujuannya jelas: penataan yang adil dan bermartabat. Jadi kalau ada aspirasi yang berkembang, monggo disampaikan. Tidak perlu demo, karena semua masukan akan tetap kami tampung,” tambahnya.
Terkait jumlah juru parkir di ABA, Beny mengungkapkan bahwa proses verifikasi masih berlangsung. Data awal menunjukkan sekitar 130 orang, namun sebagian besar belum memiliki identitas resmi yang tervalidasi. Pemda DIY pun belum bisa menetapkan skema final relokasi karena menunggu keakuratan data.
“Kita harus punya data riil. Jangan sampai ada yang merasa tertinggal atau tidak diperhatikan. Karena itu, verifikasi jadi langkah awal yang sangat penting,” kata Beny.
Penataan kawasan ABA ini merupakan bagian dari upaya besar Pemda DIY dalam menjaga dan memperkuat Sumbu Filosofi Yogyakarta, jalur imajiner dari Gunung Merapi hingga Laut Selatan yang sarat makna budaya dan sejarah.
Namun Beny memastikan bahwa penataan ini tidak serta-merta dilakukan secara kaku. Pemda DIY membuka ruang dialog, termasuk dengan para pekerja lapangan di ABA, demi menciptakan solusi yang tidak menyisihkan kemanusiaan.
“Kita ingin cepat, tapi tetap harus tertata. Supaya proses ini bisa diterima semua pihak, walaupun tidak akan memuaskan semuanya,” ujarnya.
Kebijakan ini menjadi penanda arah baru penataan ruang Yogyakarta yang lebih inklusif, transparan, dan berlandaskan kearifan lokal. Pemda DIY berharap, melalui dialog dan sinergi lintas sektor, kawasan strategis seperti ABA bisa menjadi ruang publik yang tertib, bersih, dan nyaman tanpa mengorbankan penghidupan warga. (*)
Tinggalkan Balasan