Meriah dan Penuh Makna, Piodalan ke-23 Pura Bhakti Widhi Gunungkidul Dirayakan dengan Wayang Kulit Semalam Suntuk

KABARSEMBADA.COM, GUNUNGKIDUL – Suasana penuh kekhidmatan dan semangat kebudayaan menyelimuti peringatan Piodalan ke-23 Pura Bhakti Widhi di Kalurahan Beji, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul, Minggu (11/5/2025) malam. Ribuan umat Hindu dan masyarakat umum memadati halaman pura untuk mengikuti pagelaran wayang kulit semalam suntuk, menjadikan malam tersebut penuh harmoni dan semangat kebersamaan lintas budaya.

Ketua Panitia Acara, Purwanto, menyampaikan bahwa acara ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga bentuk nyata pelestarian budaya.

“Wayang kulit ini menjadi jembatan antara nilai spiritual dan budaya lokal. Kami ingin menunjukkan bahwa budaya bisa menjadi bagian dari ibadah,” kata Purwanto.

Purwanto juga mengapresiasi antusiasme umat Hindu dari berbagai wilayah DIY, seperti dari Banguntapan dan Kota Yogyakarta, yang turut hadir untuk memeriahkan peringatan tersebut.

Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, turut hadir dan memberikan dukungan penuh terhadap perayaan ini. Dalam sambutannya, Endah menegaskan bahwa keberagaman di Gunungkidul harus selalu dijaga.

“Komitmen kami jelas, tidak boleh ada ruang untuk intoleransi di Gunungkidul. Kami dukung penuh kegiatan keagamaan dan budaya yang mempererat persaudaraan,” ujar Bupati Endah dengan tegas.

Bupati Endah juga mengapresiasi pertunjukan wayang kulit sebagai sarana pelestarian budaya lokal yang terbuka bagi semua kalangan masyarakat.

Sejumlah tokoh nasional turut hadir, seperti Prof. I Nengah Duija, Dirjen Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama, serta Arga Saloka, Anggota DPRD DIY Komisi C. Kehadiran mereka menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan umat Hindu dalam menjaga budaya dan spiritualitas.

Didik Widya Putra, Pembimbing Masyarakat Hindu Kanwil Kemenag DIY, juga menyampaikan apresiasinya.

“Perayaan ini luar biasa. Kolaborasi semua pihak sangat terasa. Semoga dukungan pemerintah dan umat semakin kuat untuk menjaga nilai-nilai luhur ini,” ujar Didik.

Warga Kalurahan Beji turut menyambut positif kegiatan ini. Sulastri, 48 tahun, warga setempat yang ikut menyaksikan pagelaran wayang kulit bersama keluarganya, mengatakan bahwa acara seperti ini sangat ditunggu masyarakat.

“Kami senang, acara seperti ini membawa suasana adem. Anak-anak bisa belajar budaya, dan kami merasa dihargai karena dibuka untuk umum,” ungkap Sulastri.

Hal senada disampaikan oleh Yanto, 35 tahun, pedagang makanan yang turut berjualan di area pura saat acara berlangsung.

“Ramai sekali. Saya senang, bisa ikut jualan sambil nonton wayang. Harapan saya, tahun depan lebih meriah lagi,” ujar Yanto dengan semangat.

Pagelaran wayang kulit oleh Ki Sumiyarno Hadi Premana menjadi penutup malam yang tak terlupakan. Kisah pewayangan yang sarat pesan moral menyatu dengan suasana religius perayaan Piodalan, memperkuat pesan bahwa budaya, keimanan, dan toleransi bisa berjalan seiring.

Piodalan ke-23 Pura Bhakti Widhi bukan hanya perayaan hari suci, tetapi juga simbol kuatnya harmoni sosial dan semangat pelestarian budaya yang hidup di tengah masyarakat Gunungkidul. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *