KABARSEMBADA.COM, GUNUNGKIDUL – Ribuan warga memadati Hargosari Sport Center pada Sabtu (12/4/2025) malam untuk menyaksikan penutupan Festival Keprak Tanjungsari 2025, sebuah ajang budaya yang menyulut semangat lokal dan membangkitkan kreativitas masyarakat. Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, hadir secara langsung menutup rangkaian kegiatan yang digelar selama dua hari berturut-turut.
Dalam sambutannya, Wabup Joko menegaskan bahwa keberadaan Festival Keprak bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk nyata pelestarian identitas kultural masyarakat Tanjungsari. Menurutnya, tradisi Keprak merepresentasikan semangat gotong royong, kekompakan warga, dan kebanggaan terhadap warisan leluhur.
“Festival ini adalah bukti bahwa budaya bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang masa depan. Kita rawat tradisi, kita jaga jati diri. Seperti kata Bung Karno, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,” ujar Joko Parwoto dengan semangat.
Yang menarik, festival ini juga menghadirkan kegiatan edukatif dan inovatif, seperti pelatihan pembuatan Wayang Rakyat dari limbah kerang, yang menjadi sorotan utama. Proyek ini menunjukkan bahwa seni tradisional bisa dikembangkan melalui pendekatan kreatif yang berpihak pada lingkungan.
“Inilah kolaborasi antara budaya dan inovasi. Bukan hanya lestari, tapi juga berdampak ekonomi dan ramah lingkungan,” imbuh Joko.
Joko juga memastikan, Pemkab Gunungkidul akan terus memberikan ruang dan dukungan terhadap gerakan-gerakan budaya yang memberdayakan masyarakat dan memperkuat sektor pariwisata berbasis kearifan lokal.
Dukungan juga datang dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X Kementerian Kebudayaan, yang mengapresiasi kesuksesan festival ini. Perwakilan BPK, Winarto, menyampaikan bahwa Dana Indonesiana yang digunakan untuk mendanai kegiatan ini terbukti tepat sasaran.
“Jumlah pengunjung tembus 5.700 orang! Ini akan saya laporkan ke Pak Menteri sebagai contoh sukses pengembangan budaya daerah,” ujar Winarto.
Ketua Panitia Festival, Warsilah, menjelaskan bahwa Festival Keprak tahun ini tak hanya menampilkan seni tradisional, namun juga menciptakan wadah pembelajaran lintas usia melalui workshop wayang kertas, lomba tari anak, pengajian budaya, hingga pementasan wayang kerang dan wayang purwo.
“Dulu wayang kerang hanya jadi suvenir. Sekarang sudah jadi media pertunjukan budaya. Ini bukan hanya pelestarian, tapi pemberdayaan masyarakat,” jelas Warsilah.
Ia berharap festival ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk menggali potensi budaya mereka sendiri dan mengemasnya secara kreatif dan edukatif. (*)
Tinggalkan Balasan