KABARSEMBADA.COM, BANTUL – Ketua DPRD DIY, Nuryadi, menyoroti ancaman abrasi yang semakin menggerus kawasan Pantai Baros, Kalurahan Tirtohargo, Kapanewon Kretek, Bantul. Hal ini ia sampaikan saat menghadiri kegiatan penanaman mangrove yang digelar komunitas lokal dalam rangka menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Minggu (25/5/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Nuryadi menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi kawasan pesisir Baros yang kian terancam. Menurutnya, aksi konservasi seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun ia mengapresiasi semangat warga dan komunitas yang terus bergerak menjaga lingkungan.
“Saya sangat terkejut dan sekaligus bangga diundang oleh teman-teman komunitas di Baros ini. Mereka bergerak melakukan penanaman mangrove untuk menahan abrasi. Ini bentuk kepedulian yang luar biasa,” ungkap Nuryadi.
Nuryadi menegaskan akan membawa isu ini ke forum resmi DPRD dan komisi terkait agar pemerintah provinsi maupun kabupaten bisa memberikan perhatian lebih serius.
“Kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin akan ada cerita kelam tentang Baros yang hilang karena abrasi. Ini tidak boleh terjadi,” tegas Nuryadi.
Politisi DIY itu juga menyebut bahwa Dana Keistimewaan (Danais) DIY seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mendukung program konservasi berbasis masyarakat di wilayah pesisir.
“DIY punya anggaran Danais, sayangnya kawasan ini belum banyak tersentuh. Padahal ini bisa jadi prioritas. Tinggal bagaimana para pemangku kebijakan memberi perhatian,” lanjut Nuryadi.
Sementara itu, Koordinator Camping Ground Baros, Setiyo SM, menilai dukungan pemerintah terhadap konservasi mangrove masih minim dan bersifat seremonial.
“Kebanyakan hanya sebatas kegiatan insidental. Belum menyentuh pada konstruksi pembangunan berkelanjutan. Danais baru dipakai untuk pelebaran jalan dan pemberdayaan wisata kano, belum menjangkau konservasi mangrove secara menyeluruh,” ujar Setiyo.
Setiyo menambahkan, alokasi dana desa maupun APBD juga belum mengarah pada program konservasi mangrove secara rutin dan berkesinambungan.
“Kami masih mengandalkan saldo-saldo pengelolaan mandiri. Padahal, abrasi sudah menyebabkan penyusutan kawasan mangrove dari 10 hektare menjadi sekitar 5–6 hektare saja,” imbuh Setiyo.
Setiyo berharap, perhatian dari DPRD bisa menjadi pintu masuk koordinasi lintas sektor untuk menyelamatkan ekosistem mangrove Baros yang kini berada di ambang krisis.
Nuryadi juga memberikan apresiasi kepada generasi muda yang terlibat aktif dalam komunitas konservasi. Ia menilai kehadiran mereka menjadi bukti bahwa anak muda bisa menjadi agen perubahan, bukan sekadar penonton.
“Ini contoh bahwa Generasi Z tidak selalu identik dengan hal negatif. Mereka berpikir, bertindak, dan memberi kontribusi nyata untuk masa depan lingkungan,” katanya.
Aksi penanaman mangrove di Pantai Baros menjadi sinyal kuat bahwa masyarakat telah bergerak. Kini, tinggal menunggu: apakah pemerintah akan menyambut panggilan alam ini dengan aksi nyata. (*)
Tinggalkan Balasan