Kreatif Kelola Sampah Residu, Warga Kricak Bangun Insinerator Swadaya dan Hasilkan Cuan

KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA – Kesadaran warga Kota Yogyakarta dalam mengelola sampah makin menunjukkan perkembangan positif. Salah satu contohnya bisa ditemukan di RW 09 Kricak Kidul, Jetis, di mana Bank Sampah Drupadi hadir sebagai motor penggerak pengelolaan sampah yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga produktif dan bernilai ekonomi.

Bank Sampah Drupadi dikenal aktif mengelola berbagai jenis sampah, mulai dari organik, anorganik, hingga sampah residu yang sulit terurai seperti popok bekas, pembalut, puntung rokok, tisu, hingga styrofoam. Upaya ini menjawab tantangan besar pengelolaan sampah rumah tangga yang selama ini menjadi beban tempat pembuangan akhir (TPA).

Ketua Bank Sampah Drupadi, Ari Widi Astuti, mengungkapkan bahwa pihaknya tak hanya rutin mengelola sampah anorganik setiap bulan, tetapi juga melakukan terobosan dengan membangun insinerator dari batu bata setinggi 1,5 meter secara swadaya.

“Sampah residu yang tidak diterima pelapak kami olah sendiri dengan membakar di insinerator. Ini solusi yang muncul dari kebutuhan warga dan didukung oleh semangat gotong royong,” ujar Widi saat ditemui dalam kegiatan Monitoring Bank Sampah oleh DLH Kota Yogyakarta, Selasa (20/5/2025).

Melalui sistem retribusi ringan, warga RT 41 hanya dikenai Rp 1.000 per kilogram sampah residu, sementara warga luar RT 41 membayar Rp 2.000 per kilogram. Aktivitas ini bahkan memberikan pemasukan tambahan antara Rp 25.000 hingga Rp 40.000 setiap kali insinerator beroperasi, yakni tiga kali seminggu.

Tak hanya berhenti pada pembakaran sampah, Bank Sampah Drupadi juga tengah merintis inovasi pengolahan sampah organik menjadi produk ramah lingkungan berupa sabun biowash. Sabun ini dibuat dari limbah buah-buahan dan diharapkan bisa menjadi solusi pengurangan sampah dapur sekaligus produk bernilai jual.

“Kami ingin agar masyarakat bisa melihat bahwa sampah bisa diolah menjadi sesuatu yang berguna. Dengan begitu, kesadaran memilah dan mengolah sampah akan tumbuh secara alami,” jelas Widi.

Di sisi lain, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta mencatat hingga saat ini telah terbentuk 701 bank sampah aktif di seluruh kota. Menurut Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas dan Pengawasan Lingkungan Hidup DLH Yogyakarta, Drh. Supriyanto, angka tersebut terus meningkat seiring komitmen warga dan dukungan dari pemerintah kota.

“Kami terus berupaya memperkuat sinergi antar pengelola bank sampah. Namun, sistem yang baik tetap membutuhkan partisipasi aktif warga,” tegas Supriyanto.

Ia juga menekankan pentingnya penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam kehidupan sehari-hari untuk menekan jumlah timbulan sampah.

Langkah inovatif Bank Sampah Drupadi di Kricak menjadi bukti bahwa pengelolaan sampah bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama. Dengan kolaborasi, kreativitas, dan kesadaran, Yogyakarta bukan tidak mungkin menjadi percontohan kota bersih dan mandiri dalam pengelolaan limbah. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *