KABARSEMBADA.COM, BANTUL – Keripik tempe sagu khas Imogiri mungkin terdengar sederhana. Namun siapa sangka, camilan berbasis kedelai fermentasi yang diolah di Dusun Sungapan, Kalurahan Sriharjo, Kapanewon Imogiri, Bantul tersebut kini menjadi incaran pasar ekspor, berkat tangan dingin seorang pengusaha lokal, Bu Mariyah.
Diproduksi di dapur tradisional dengan kayu bakar sebagai bahan bakar utama, keripik tempe sagu buatan Bu Mariyah tetap mempertahankan keaslian rasa. Prosesnya dimulai dari perendaman kedelai, pencampuran sagu, hingga fermentasi selama dua hari sebelum digoreng dua kali untuk kerenyahan maksimal.
“Kalau pakai gas hasilnya kurang renyah. Kayu bakar justru bikin cita rasanya lebih khas,” terang Mariyah.

Produksi harian bisa mencapai 250 kg, dan meningkat drastis saat menjelang bulan puasa dan Lebaran. Harga keripik tempe sagu dijual Rp32.000/kg untuk eceran dan Rp30.000/kg untuk grosir.
Menjelang Hari Tempe Nasional setiap 6 Juni, perhatian pada produk olahan tempe kembali meningkat. Keripik tempe sagu ini jadi bukti bahwa makanan tradisional Indonesia bisa mendunia jika dikelola dengan serius dan konsisten.
Yang menarik, pengolahan masih didominasi cara tradisional. Dari enam wajan besar di dapur produksi, semuanya dijaga oleh perempuan lokal. Satu-satunya alat modern hanyalah mesin pemotong tempe agar ketebalan irisan tetap konsisten.
Meski sempat mendapat tudingan mistis karena perkembangan usahanya begitu cepat, Mariyah tetap melaju. Ia bahkan mendorong warga sekitar untuk ikut merintis usaha sejenis.
“Kalau bisa, ya semua ikut maju. Saya malah senang kalau tetangga juga berwirausaha,” tuturnya.
Kini, dari Imogiri, tempe tak lagi sekadar lauk pauk. Ia menjadi ikon kuliner dan bukti bahwa kekayaan tradisi bisa mendunia dengan sentuhan inovasi dan ketekunan. (*)
Tinggalkan Balasan