KABARSEMBADA.COM, GUNUNGKIDUL – Momentum delapan tahun atau Sewindu Gari Art Festival tahun 2025 menjadi penanda lahirnya babak baru bagi masyarakat Kalurahan Gari, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul. Tak sekadar perayaan seni dan budaya, acara ini juga menjadi tonggak transformasi pelayanan publik berbasis digital di tingkat desa.
Pada puncak acara yang digelar di Balai Kalurahan Gari, Sabtu (25/10/2025), Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara, Ph.D., selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Kalurahan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (PMK2P) DIY, meresmikan Alun-Alun Kalurahan Gari, Balai Kalurahan Gari, serta meluncurkan inovasi layanan digital “eGori” (Elektronik Gampang Ora Ribet).
Perayaan yang berlangsung selama tiga hari, 24–26 Oktober 2025, juga dihadiri oleh Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, jajaran pemerintah daerah, pelaku UMKM, seniman, dan tokoh masyarakat. Suasana acara terasa meriah dengan berbagai pentas seni, bazar produk lokal, hingga pameran inovasi desa.
Festival Seni yang Tumbuh Bersama Masyarakat
Lurah Gari, Widodo, dalam sambutannya menegaskan bahwa Gari Art Festival bukan sekadar acara tahunan, melainkan ruang ekspresi dan kebanggaan warga Gari.
“Dalam sewindu perjalanan Gari Art Festival ini, kami ingin menghadirkan sesuatu yang lebih bermakna. Kehadiran Alun-Alun dan Balai Kalurahan adalah bukti nyata pengabdian kepada masyarakat. Tahun ini kami juga mempersembahkan inovasi eGori, agar warga bisa mengurus berbagai layanan dengan cepat, mudah, dan mandiri,” ujar Widodo.
Melalui eGori, warga kini dapat mengakses pelayanan administrasi kependudukan, surat menyurat, dan informasi kalurahan tanpa harus datang langsung ke kantor desa. Semua cukup diakses melalui gawai secara praktis.
Sinergi Dana Keistimewaan dan Semangat Gotong Royong
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, menegaskan bahwa pembangunan Alun-Alun dan Balai Kalurahan Gari merupakan hasil sinergi antara pemerintah dan masyarakat yang memanfaatkan Dana Keistimewaan (Danais) serta Dana Desa.
“Balai Kalurahan akan menjadi pusat kegiatan warga dan pemberdayaan masyarakat, sementara Alun-Alun menjadi ruang publik baru untuk berinteraksi dan menumbuhkan kreativitas. Kehadiran eGori membuktikan bahwa masyarakat Gari tidak hanya menjaga kearifan lokal, tetapi juga siap beradaptasi dengan teknologi,” ungkapnya.
Joko juga mengutip pesan Bung Karno yang relevan hingga kini:
“Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama untuk kepentingan bersama. Semangat ini menjadi ruh pembangunan di Gunungkidul,” tegasnya di hadapan ratusan warga yang hadir.
Inovasi eGori: Bukti Desa Makin Cerdas dan Responsif
Sementara itu, KPH Yudanegara memuji langkah Kalurahan Gari yang dinilai berhasil mengelola potensi lokal dengan pendekatan inovatif.
“Inovasi desa harus lahir dari kebutuhan masyarakat dan berakar pada potensi lokal. eGori adalah langkah konkret memanfaatkan Dana Keistimewaan secara efektif. Namun, yang terpenting adalah keberlanjutan implementasinya agar benar-benar memberi manfaat bagi warga,” terangnya.
Ia berharap, inovasi eGori dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Gunungkidul untuk terus berinovasi dalam pelayanan publik.
Gari Menuju Desa Berdaya dan Adaptif Zaman
Kini, Kalurahan Gari tidak hanya dikenal karena Gari Art Festival-nya yang ikonik, tetapi juga sebagai desa pelopor digital dan pusat kreativitas masyarakat Gunungkidul.
Dengan berdirinya Alun-Alun Kalurahan, Balai Kalurahan baru, dan sistem digital eGori, Gari menegaskan diri sebagai desa yang berdaya, kreatif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Langkah besar ini sejalan dengan visi besar Kabupaten Gunungkidul untuk mewujudkan daerah yang “Adil, Makmur, Lestari, dan Berkeadaban.”
Dengan semangat kolaborasi, inovasi, dan budaya, Sewindu Gari Art Festival 2025 bukan hanya pesta rakyat, tapi juga simbol kebangkitan desa dalam era digital.
Dari Gari, lahirlah semangat baru: desa kreatif, warga adaptif, dan pelayanan publik yang makin gampang ora ribet! (*)




















