Ekonom UGM: Program MBG Bisa Tekan Kemiskinan Asal Tepat Sasaran

KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA – Program makan bergizi gratis (MBG) yang akan dijalankan oleh pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto mendapat perhatian dari kalangan akademisi. Salah satunya datang dari Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Wisnu Setiadi Nugroho, S.E., M.Sc., Ph.D., yang menilai bahwa program ini berpotensi menurunkan angka kemiskinan jika dilakukan secara tepat sasaran dan efisien.

Dalam paparannya di acara Ekonomika Bisnis Journalism Academy yang berlangsung di Pertamina Tower Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Senin (14/4/2025), Wisnu menyebut bahwa konsep makanan gratis untuk siswa sebenarnya bukanlah hal baru di dunia.

“Banyak negara sudah melaksanakan program serupa, seperti di Amerika Serikat. Di sana, bantuan diberikan dalam bentuk transfer langsung ke kantin sekolah. Anak-anak penerima bantuan pun tidak dibedakan dari siswa lain untuk mencegah terjadinya perundungan,” jelas Wisnu.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa pengelolaan dana langsung oleh kantin sekolah juga lebih efektif. “Pengelola kantin lebih memahami kebutuhan gizi anak-anak, dan mereka bisa menggunakan bahan makanan lokal sesuai potensi daerah. Tidak perlu impor,” ujarnya.

Menurut Wisnu, pelaksanaan MBG saat ini masih belum efisien. Ia menyarankan agar program dilakukan melalui skema cash transfer ke sekolah. “Sekolah lebih paham kebutuhan muridnya. Selain itu, pemberian secara merata kepada seluruh siswa bukan solusi. Fokusnya harus pada anak-anak dari keluarga tidak mampu agar tepat guna,” tegasnya.

Program MBG, tambahnya, juga harus mendorong keterlibatan pelaku usaha lokal, seperti BUMDes dan UMKM, agar dampak ekonominya meluas. “Produksi makanan wajib menggunakan sumber daya lokal. Jika malah mengandalkan impor, itu bisa memperparah defisit perdagangan,” ujarnya mengingatkan.

Dalam kesempatan yang sama, Wisnu menyinggung data kemiskinan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023. Meskipun angka kemiskinan menurun, kesenjangan sosial justru melebar akibat penurunan proporsi kelas menengah.

Pada 2023, garis kemiskinan nasional tercatat sebesar Rp550.458 per kapita per bulan, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,89 juta jiwa. Di sisi lain, ada sekitar 90,33 juta orang yang tergolong hampir miskin (berada pada 1,5 kali garis kemiskinan), dan 115,02 juta jiwa lainnya berada di level 1,7 kali garis kemiskinan.

“Ini berarti 41,55 persen penduduk Indonesia rentan jatuh ke jurang kemiskinan jika terjadi guncangan ekonomi,” ungkapnya.

Wisnu pun menyoroti kecenderungan demografis yang bisa memperparah ketimpangan. Menurutnya, kelompok ekonomi menengah ke atas kini cenderung menunda atau bahkan memilih tidak memiliki anak (child free), sementara masyarakat ekonomi bawah masih cenderung memiliki anak dalam jumlah lebih banyak.

“Kalau tren ini terus berlanjut tanpa intervensi yang tepat, maka komposisi penduduk kita akan makin timpang. Kelas menengah bisa menyusut, sementara kelompok rentan terus bertambah,” papar Wisnu Dosen yang juga Dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *