Bupati Sleman Kunjungi Transmigran di Konawe, Perjuangkan Kepastian Hak Atas Lahan

KABARSEMBADA.COM, SLEMAN – Bupati Sleman, Harda Kiswaya, bersama rombongan yang terdiri dari 17 orang, termasuk anggota DPR RI Dapil DIY dari PAN, Totok Daryanto, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, pada Selasa (17/6/2025) lalu.

Agenda utama kunjungan ini adalah menindaklanjuti permasalahan yang dialami oleh warga transmigran asal Sleman yang ditempatkan di Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Arongo, Desa Laikandonga, Kecamatan Ranomeeto Barat.

Setelah tiba di lokasi, Bupati Harda Kiswaya menggelar dialog langsung dengan para transmigran. Ia menyampaikan bahwa kehadirannya di Konawe Selatan bukan hanya sebagai bentuk silaturahmi, tetapi juga sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab pemerintah daerah asal terhadap warganya di perantauan.

“Permasalahan ini bukan soal siapa yang bertanggung jawab, tetapi soal komitmen bersama antara Pemkab Sleman dan Pemkab Konawe Selatan untuk memberikan kepastian dan perlindungan kepada masyarakat, khususnya para transmigran,” kata Harda saat berdialog, Minggu (22/6/2025).

Transmigran Terlunta, Janji Lahan Tak Juga Terealisasi

Sebanyak 25 kepala keluarga asal Sleman yang menjadi korban erupsi Gunung Merapi tahun 2010 mengikuti program transmigrasi ke Konawe Selatan dengan harapan mendapat kehidupan lebih baik. Namun, mereka justru menghadapi ketidakpastian atas hak lahan yang dijanjikan pemerintah setempat.

Menurut nota kesepahaman antar-pemerintah daerah, masing-masing kepala keluarga seharusnya menerima lahan usaha seluas dua hektare lengkap dengan sertifikat hak milik (SHM). Namun, hingga pertengahan 2025, lahan tersebut belum juga diberikan.

Pada Kamis (19/6/2025), Bupati Sleman melakukan pertemuan resmi dengan jajaran Pemkab Konawe Selatan di Kantor Bupati setempat. Dalam pertemuan itu, ia disambut Wakil Bupati Konawe Selatan, Wahyu Ade Pratama Imran.

Dalam forum tersebut, Harda Kiswaya mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi transmigran dan meminta agar hak-hak mereka segera dipenuhi. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas pemerintah daerah serta pemerintah pusat dalam mencari solusi yang konkret dan adil.

“Kami hadir untuk memastikan para transmigran asal Sleman mendapatkan hak atas lahan sebagaimana yang dijanjikan. Kami berharap pertemuan ini menjadi langkah awal menuju penyelesaian permanen,” tegasnya.

Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit

Wakil Bupati Konawe Selatan menjelaskan bahwa permasalahan lahan yang terjadi cukup kompleks, utamanya akibat sengketa antara warga transmigran dan perusahaan perkebunan sawit PT Merbau Jaya Indah sejak 2015. Ia menyebutkan, konflik tersebut telah melalui beberapa upaya mediasi, namun penyelesaiannya masih terbentur aspek hukum dan teknis.

Adapun dari total 1.500 hektare lahan yang dijanjikan kepada 500 kepala keluarga penerima manfaat, baru 312 hektare yang terealisasi. Dari jumlah tersebut, 250 hektare dialokasikan untuk transmigran luar daerah dan 52 hektare bagi warga lokal.

Kondisi memanas ketika PT Merbau Jaya Indah menggusur 40 hektare lahan transmigran tanpa musyawarah. Penggusuran ini terjadi kembali antara Agustus hingga Desember 2023, dan berdampak pada dua warga asal Sleman, yakni Ujang Uskadiana dan Sukidi, yang diketahui telah memiliki sertifikat hak milik atas lahan mereka.

Sebagai tindak lanjut, Pemkab Sleman dan Pemkab Konawe Selatan membahas sejumlah opsi penyelesaian, seperti relokasi lahan, skema ganti rugi yang layak, dan peluang kemitraan antara warga transmigran dan pihak perusahaan.

Dengan adanya kunjungan ini, diharapkan muncul solusi konkret yang dapat menjamin hak dan kesejahteraan para transmigran, sekaligus memperkuat sinergi antar wilayah dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *