KABARSEMBADA.COM, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) resmi menetapkan 1 Syawal 1446 Hijriah atau Idul Fitri jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar usai sidang isbat yang digelar di Auditorium KH. M. Rasjidi, Jakarta Pusat, pada Sabtu (29/3/2025).
Dalam konferensi pers usai sidang, Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa berdasarkan perhitungan hisab dan laporan rukyat di seluruh Indonesia, posisi hilal belum memenuhi kriteria visibilitas yang disepakati oleh Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
“Berdasarkan hisab, posisi hilal di wilayah Indonesia berada pada ketinggian antara minus 3 derajat 15 menit 47 detik hingga minus 1 derajat 4 menit 57 detik, dengan sudut elongasi berkisar antara 1 derajat 12 menit 89 detik hingga 1 derajat 36 menit 38 detik,” papar Nasaruddin.
Dengan data tersebut, hilal belum memenuhi kriteria visibilitas MABIMS yang mensyaratkan ketinggian hilal minimal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat. Oleh karena itu, puasa Ramadan 1446 H disempurnakan menjadi 30 hari dan 1 Syawal 1446 H jatuh pada 31 Maret 2025.
Tim Falak Kemenag, Cecep Nurwendaya, menambahkan bahwa kriteria MABIMS mensyaratkan tinggi hilal minimal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Dengan kondisi hilal yang masih berada di bawah ufuk, secara teoritis mustahil dapat dirukyat, sehingga disepakati bahwa 1 Syawal 1446 H jatuh pada 31 Maret 2025.
Sidang isbat ini diawali dengan seminar mengenai metode hisab dan rukyat, yang menjadi dasar perhitungan awal bulan hijriah di Indonesia. Setelah seminar, sidang dilanjutkan secara tertutup dan hasilnya diumumkan oleh Menteri Agama pada pukul 19.00 WIB.
Keputusan ini memastikan tidak adanya perbedaan perayaan Idul Fitri tahun ini antara organisasi Islam besar di Indonesia, seperti Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab, maupun Nahdlatul Ulama (NU) yang mengandalkan metode rukyat.
Respons Umat Muslim Indonesia
Penetapan ini mendapat berbagai tanggapan dari umat Islam di Indonesia. Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyatakan bahwa kesepakatan ini menjadi bukti bahwa metode hisab dan rukyat dapat berjalan berdampingan dan saling menguatkan.
“Kita bersyukur tahun ini tidak ada perbedaan dalam penentuan Idul Fitri. Ini mencerminkan kebersamaan dan persatuan umat Islam Indonesia dalam menyambut hari kemenangan,” ujar Anwar Abbas.
Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyambut baik keputusan tersebut dan menilai bahwa ini memberikan kepastian bagi masyarakat dalam menyusun rencana mudik dan perayaan Lebaran.
“Dengan adanya keputusan ini, umat Islam bisa lebih mudah dalam merencanakan perjalanan dan merayakan Idul Fitri bersama keluarga,” kata Abdul Mu’ti.
Di sisi lain, Ketua PBNU KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa penggunaan rukyat sebagai konfirmasi dari hisab telah menjadi tradisi dalam penentuan awal bulan hijriah di Indonesia.
“Kita tetap berpegang pada metode yang sudah lama digunakan di Indonesia, yaitu mengombinasikan hisab dan rukyat. Keputusan ini merupakan hasil musyawarah yang melibatkan berbagai pihak,” jelas Gus Yahya.
Dengan penetapan Idul Fitri yang seragam, masyarakat Muslim di Indonesia diharapkan dapat menyambut Hari Raya dengan penuh kebersamaan dan suka cita. (*)
Tinggalkan Balasan