Bongkar-Bongkaran Uang Suap Rp60 Miliar! Tiga Hakim Diduga Terlibat Skandal Vonis Bebas Korporasi Minyak Goreng

KABARSEMBADA.COM, JAKARTA – Skandal memalukan kembali mengguncang dunia peradilan Indonesia. Kejaksaan Agung mengungkap aliran dana suap senilai Rp60 miliar yang menyeret tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus vonis lepas (ontslag) korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng.

Ketiga hakim yang kini ditetapkan sebagai tersangka adalah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM). Penetapan dilakukan pada Minggu, 13 April 2025, usai pemeriksaan intensif terhadap tujuh saksi kunci.

Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar bahwa, uang suap sebesar Rp60 miliar itu disiapkan agar korporasi minyak goreng yang terlibat kasus korupsi bisa lepas dari jeratan hukum.

“Permintaan awalnya Rp20 miliar, namun diminta dikali tiga hingga mencapai total Rp60 miliar,” ungkap Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Senin dini hari (14/4/2025).

Skema suap bermula dari tersangka Ariyanto (AR), advokat korporasi terdakwa, yang menjalin kesepakatan gelap dengan Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata di PN Jakarta Utara. WG lalu menyampaikan permintaan ini kepada Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

MAN menyetujui dengan catatan: uang suap harus tiga kali lipat dari nominal awal.

Siapa Dapat Berapa? Sedangkan AR menyanggupi permintaan tersebut dan menyerahkan uang senilai Rp60 miliar dalam bentuk dolar AS kepada WG. WG kemudian menyerahkannya ke MAN dan mendapat ‘imbalan jasa’ senilai USD 50.000.

Setelah menguasai dana suap, MAN menunjuk majelis hakim yang terdiri dari yaitu Djuyamto (DJU) sebagai ketua majelis, Agam Syarif Baharudin (ASB) sebagai anggota, dan Ali Muhtarom (AM) sebagai hakim ad hoc.

Kepada DJU dan ASB, MAN memberikan uang awal senilai Rp4,5 miliar untuk membaca berkas perkara. Tak berhenti di situ, DJU kemudian menerima tambahan Rp18 miliar dalam bentuk dolar dan membagi-bagikannya. Rinciannya, untuk dirinya sendiri sebesar Rp6 miliar, untuk ASB sebesar Rp4,5 miliar, dan untuk AM sebesar Rp5 miliar.

“Pembagian ini dilakukan setelah para hakim mengetahui bahwa uang tersebut dimaksudkan agar perkara diputus ontslag,” ujar Qohar.

Benar saja, pada 19 Maret 2025, perkara korupsi ekspor CPO itu diputus ontslag oleh majelis hakim yang dipimpin DJU. Keputusan ini mengundang tanda tanya besar dari publik hingga akhirnya diselidiki Kejaksaan Agung.

Ketiga hakim itu kini dijerat dengan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf b, jo. Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 18 UU Tipikor, yang diperkuat oleh pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan tambahan tiga hakim, total tersangka kasus suap vonis bebas ini mencapai tujuh orang. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah WG – panitera muda perdata PN Jakarta Utara, MS seorang advokat, AR seorang advokat, dan MAN kini Ketua PN Jakarta Selatan, saat kejadian menjabat Wakil Ketua PN Jakpus.

Kasus ini menjadi pukulan telak bagi kredibilitas lembaga peradilan di Indonesia. Banyak pihak mendesak agar proses hukum dijalankan secara transparan dan menyeluruh tanpa pandang bulu. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *