Guru Besar UGM: Biosekuriti Kolektif Kunci Peningkatan Kualitas Pangan Asal Hewan

KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA – Guru Besar baru dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ir. Suci Paramitasari Syahlani, MM., IPM., mengusulkan penerapan model biosekuriti kolektif sebagai solusi peningkatan mutu dan keamanan pangan asal hewan di Indonesia.

Hal itu disampaikannya dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar dalam bidang Pemasaran Produk Peternakan, Kamis (8/5/2025), di Balai Senat UGM.

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Urgensi Biosekuriti Kolektif dalam Proses Sertifikasi Higiene Sanitasi Produk Pangan Asal Hewan”, Prof. Suci menyoroti tantangan yang dihadapi sektor peternakan, khususnya pelaku usaha berskala mikro dan kecil.

Mengacu pada data FAO tahun 2022, Prof. Suci mengungkapkan bahwa konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia baru menyentuh angka 29,35 gram per kapita per hari. Angka tersebut masih tertinggal dibandingkan rata-rata konsumsi negara-negara Asia yang mencapai 34,29 gram.

“Ini menunjukkan masih adanya celah bagi pelaku industri peternakan untuk berkontribusi dalam pemenuhan gizi masyarakat melalui peningkatan ketersediaan pangan asal hewan,” ujarnya.

Namun, ia menegaskan bahwa kuantitas saja tidak cukup. Tanpa jaminan kualitas dan keamanan produk, peningkatan produksi tidak akan memberikan dampak maksimal terhadap kesehatan masyarakat.

Sertifikasi NKV Masih Minim Adopsi

Untuk menjamin kualitas pangan, pemerintah telah menerapkan regulasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sebagai standar higiene dan sanitasi produk asal hewan. Sayangnya, tingkat adopsi sertifikasi ini masih tergolong rendah, terutama pada produk segar yang belum melalui proses pengolahan.

“Banyak produsen skala kecil belum menerapkan NKV karena keterbatasan sumber daya, kurangnya pemahaman, dan kendala lahan produksi,” jelasnya.

Sebagai solusi, Prof. Suci menawarkan konsep biosekuriti kolektif, yakni model pengelolaan usaha peternakan secara bersama dalam satu kawasan atau lahan terintegrasi. Dengan pendekatan ini, pelaku usaha mikro dan kecil bisa berbagi fasilitas dan sistem pengawasan mutu secara kolektif.

“Model kolektif ini memungkinkan efisiensi dan mendorong lebih banyak produsen untuk memenuhi standar NKV, tanpa harus menanggung beban sendiri,” kata Prof. Suci.

Lebih dari sekadar solusi teknis, ia menilai biosekuriti kolektif dapat mendorong lahirnya ekosistem produksi pangan hewani yang sehat, kompetitif, dan berkelanjutan di tingkat lokal hingga nasional. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *