Kota Yogyakarta Tertibkan Sumbu Filosofi, Aturan Baru Siap Jaga Warisan Dunia dari Ancaman Modernisasi

KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA – Pemerintah Kota Yogyakarta bersiap menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang secara khusus mengatur pengelolaan kawasan Sumbu Filosofi, kawasan sakral yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO. Kebijakan ini akan menjadi pedoman teknis dalam menjaga, menata, dan mengembangkan wilayah yang menyimpan filosofi tata ruang khas Yogyakarta dari Keraton ke Laut Selatan.

Penyusunan Perwal tersebut melibatkan kolaborasi strategis antara Pemkot Yogyakarta, Kraton Yogyakarta, dan Pemerintah Daerah DIY. Diskusi dan paparan digelar pada Rabu (14/5/2025) guna menyamakan visi dan memastikan kejelasan setiap butir kebijakan yang akan tertuang dalam aturan tersebut.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa Sumbu Filosofi memerlukan aturan khusus (lex specialis) karena status dan nilai historisnya yang tidak bisa disamakan dengan kawasan lainnya. Dengan melibatkan Kraton Yogyakarta yang diwakili GKR Mangkubumi serta OPD di tingkat provinsi, diharapkan kebijakan ini lahir dengan semangat pelestarian, bukan pembatasan.

“Ini bukan sekadar regulasi teknis biasa, tapi sebuah komitmen bersama untuk menjaga warisan budaya dunia agar tetap utuh dan tertata. Semua zona sudah disepakati, mulai dari inti, penyangga hingga pengembangan, jadi tidak ada lagi ruang abu-abu,” ujar Hasto.

Dalam Perwal tersebut, ruang lingkup pengaturan mencakup penanganan tekanan pembangunan, lingkungan, bencana, hingga pariwisata berkelanjutan. Misalnya, akan ada batas maksimal ketinggian bangunan yang harus dipatuhi agar tidak mengganggu keutuhan visual dan filosofis kawasan tersebut.

“Seluruh elemen masyarakat tinggal menyesuaikan. Titik-titik kritis seperti ketinggian bangunan sudah disepakati, jadi tidak akan menimbulkan polemik lagi,” tambah Hasto.

Kawasan Sumbu Filosofi sendiri secara geografis mencakup wilayah dari Jalan Wolter Monginsidi dan Jalan Sarjito di utara, dibatasi Sungai Code di timur dan Sungai Winongo di barat, serta mencapai batas administratif Kota Yogyakarta di selatan. Zona yang diatur dalam Perwal mencakup zona inti (core zone), zona penyangga (buffer zone), dan zona pengembangan (widder setting).

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, mewakili Kraton Yogyakarta, menegaskan pentingnya kebijakan ini sebagai bentuk pelaksanaan amanah dari UNESCO. Ia menekankan bahwa penataan wilayah ini harus menjaga keharmonisan dan nilai-nilai budaya yang melekat.

“Tujuan utamanya adalah menata kawasan agar tidak semrawut, menjaga kesakralan dan nilai sejarahnya. Ini bagian dari tanggung jawab kita bersama terhadap status warisan dunia yang telah diberikan,” ungkap GKR Mangkubumi.

Setelah seluruh isi Perwal dirampungkan dan disepakati seluruh pemangku kepentingan, dokumen ini akan segera disahkan menjadi landasan hukum yang sah. (*

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *