Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo Janji Gratiskan Sekolah untuk Anak Difabel, Dorong Kota Inklusif dan Bahagia

KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA – Pemerintah Kota Yogyakarta kembali menunjukkan keseriusannya dalam membangun kota yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan komitmen tersebut dalam forum terbuka bertajuk “Pemimpin Mendengar: Tindak Lanjut Visi-Misi Wali Kota Yogyakarta” yang digelar di Selasar Barat Fisipol UGM.

Acara ini diinisiasi oleh Yayasan LKiS dan Election Corner UGM, serta melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti penyandang disabilitas, buruh informal, aktivis lingkungan, pegiat pendidikan hingga akademisi. Forum ini menjadi bentuk nyata praktik demokrasi partisipatif yang mendorong keterbukaan pemerintah terhadap aspirasi publik.

Dalam forum tersebut, Hasto mengumumkan kebijakan penting: seluruh anak difabel di Kota Yogyakarta akan mendapatkan akses pendidikan gratis.

“Saya sudah instruksikan Dinas Pendidikan untuk menyurvei dan memastikan bahwa tidak ada anak difabel yang dibebani biaya pendidikan,” tegas Hasto dalam siaran pers, Rabu (14/5/2025).

Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak dan dianggap sebagai langkah progresif menuju kota yang lebih ramah dan setara bagi semua warga.

Selain isu pendidikan, Wali Kota juga menyoroti kondisi tenaga kerja di Yogyakarta yang masih didominasi oleh pekerja dengan keterampilan rendah hingga menengah. Untuk itu, Pemerintah Kota tengah menggencarkan program pelatihan keterampilan demi menciptakan tenaga kerja unggul.

“Yogyakarta harus menjadi center of reference di bidang ketenagakerjaan. Pekerja informal juga harus mendapat perlindungan yang layak,” ujar Hasto.

Wali Kota Hasto menyebutkan bahwa tidak boleh ada intimidasi terhadap kegiatan keagamaan dan seluruh warga, termasuk penghayat kepercayaan dan disabilitas, harus mendapatkan ruang yang setara dalam kehidupan kota.

“Inklusivitas adalah fondasi demokrasi lokal. Dialog seperti ini penting untuk mewujudkan pemerintahan yang responsif,” katanya.

Menurut Hasto, kompleksitas sosial dan budaya di Kota Yogyakarta justru menjadi kekuatan utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan warga.

“Kota ini digerakkan oleh kompleksitasnya. Selama layanan publik tetap prima, maka kesejahteraan bahkan kebahagiaan warga bisa tercapai,” pungkasnya.

Dosen Fisipol UGM, Amalinda Savirani, memberikan apresiasi atas forum “Pemimpin Mendengar” yang dianggap sebagai bentuk konkret demokrasi lokal.

“Forum seperti ini harus rutin dilakukan. Kota Jogja punya tantangan besar seperti mobilitas tinggi, krisis ekologi, dan ketimpangan ekonomi. Kolaborasi lintas sektor adalah kuncinya,” ujarnya. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *