Kota Yogyakarta Siap Jadi Kota Ramah Anak, Sekolah Didorong Jadi Garda Terdepan Perlindungan

KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA Pemerintah Kota Yogyakarta mempertegas komitmennya untuk memperkuat perlindungan anak dengan menjadikan sekolah sebagai garda terdepan. Langkah ini dimulai lewat pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) dan konseling yang digelar di Ruang Bima, Balai Kota Yogyakarta, Rabu (7/5/2025).

Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, menyampaikan bahwa sekolah memiliki lima peran strategis dalam perlindungan anak. Mulai dari memastikan hak-hak sipil seperti kepemilikan akta kelahiran, hingga menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif.

“Sekolah dan guru harus jadi agen perlindungan anak. Pelatihan ini penting untuk meningkatkan kapasitas mereka,” ujar Aman.

Ia menambahkan bahwa perlu ada pemahaman dan standar yang seragam di seluruh satuan pendidikan. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat juga harus dibangun agar tercipta ekosistem perlindungan anak yang kuat dan berkelanjutan.

“Yang kita bangun bukan hanya pemahaman, tetapi peta jalan dan jaringan perlindungan anak. Yogyakarta harus benar-benar jadi kota yang ramah anak,” tegasnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Retnaningtyas, mengungkapkan bahwa seluruh sekolah dari PAUD hingga SMP kini sudah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Tim ini dibentuk pasca terbitnya Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023.

Namun, belum semua sekolah memiliki kebijakan tertulis perlindungan anak atau Child Protection Policy (CPP). Hal ini dinilai masih menjadi tantangan.

“Kalau belum punya SOP atau kebijakan tertulis, penanganannya bisa tidak tuntas. Ini yang berpotensi membuat kekerasan tetap terjadi,” kata Retnaningtyas.

Meski angka kekerasan anak di sekolah cenderung menurun, data DP3AP2KB tahun 2024 mencatat masih ada 101 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk di lingkungan rumah. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan anak masih membutuhkan kerja kolektif.

Pelatihan selama dua hari ini diikuti oleh perwakilan TPPK dari berbagai sekolah, baik secara luring maupun daring. Kegiatan ini juga menggandeng berbagai pihak seperti LP3KP DIY, KPAID Kota Yogyakarta, PUSPADA Kenari, Wiloka Workshop, hingga para praktisi perlindungan anak.

Salah satu narasumber, Indriasari Oktaviani dari LP3KP DIY, menekankan bahwa guru harus menjadi teladan emosional yang sehat bagi anak. Menurutnya, kesehatan mental guru sangat berpengaruh terhadap proses belajar anak-anak.

“Kalau guru sedih, enggak apa-apa. Sampaikan saja ke anak. Mereka juga manusia, dan itu bisa jadi pelajaran empati bagi anak,” ujarnya.

Indri juga menegaskan bahwa perlindungan anak bukan hanya soal memberi hukuman kepada pelaku, tetapi lebih penting memastikan anak korban bisa kembali tumbuh dan berkembang secara optimal.

“Anak-anak tidak butuh tokoh super. Mereka butuh kita yang nyata dan bisa dipercaya,” pungkasnya.

Pelatihan ini menjadi bagian dari langkah strategis Pemkot Yogyakarta dalam membangun sistem perlindungan anak berbasis satuan pendidikan. Diharapkan, setiap sekolah tidak hanya mampu mencegah dan menangani kekerasan, tetapi juga menjadi ruang aman dan ramah bagi anak-anak untuk tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan bahagia. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *