Pemkab Bantul Bentuk Tim Pembela Mbah Tupon, Bongkar Dugaan Mafia Tanah yang Rugikan Warga Lansia

KABARSEMBADA.COM, BANTUL – Pemerintah Kabupaten Bantul secara resmi membentuk Tim Pembela Mbah Tupon, sebagai bentuk advokasi terhadap dugaan kasus mafia tanah yang menimpa seorang lansia bernama Mbah Tupon, warga Kalurahan Bangunjiwo. Langkah ini disampaikan langsung oleh Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, saat menghadiri peringatan May Day 2025 di Pendopo Parasamya, Kamis (1/5/2025).

Menurut Halim, tim khusus ini dibentuk setelah penandatanganan surat kuasa pada Selasa (29/4/2025), yang melibatkan unsur pemerintah daerah dan kalangan profesional hukum. Tim akan berkantor di Kantor Bupati Bantul, dan terdiri dari sekitar 12 orang, termasuk pengacara dan tokoh masyarakat yang peduli terhadap nasib Mbah Tupon.

“Kami namakan Tim Pembela Mbah Tupon. Fokus kami adalah membela warga tidak mampu yang terzalimi, dan Mbah Tupon adalah salah satu contohnya,” ujar Halim.

Cari Kebenaran di Tengah Banyak Versi

Bupati Halim menegaskan bahwa langkah ini bukan hanya soal pembelaan hukum, tetapi juga upaya menggali fakta di lapangan. Tim akan menggelar rapat berkala untuk menyusun kronologi yang jelas dari kasus yang menimpa Mbah Tupon, karena hingga kini masih banyak versi yang simpang siur.

“Kami ingin menemukan satu versi kebenaran. Karena selama ini beredar banyak narasi yang membingungkan,” tambah Halim.

Tak hanya itu, Pemkab Bantul melalui Bagian Hukum juga menyiapkan anggaran khusus untuk layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Halim bahkan membuka pintu selebar-lebarnya bagi warga lain yang mengalami kasus serupa agar segera melapor.

“Kalau tidak dilaporkan, kami tidak bisa bantu. Setiap hari ada ratusan transaksi jual-beli tanah. Kalau ada yang tidak beres, laporkan ke kami,” tegasnya.

Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, Mbah Tupon Kehilangan Tanah Tanpa Tahu Menahu

Mbah Tupon, pria berusia 68 tahun dari RT 4 Padukuhan Ngentak, menjadi korban dalam kasus yang menyayat hati. Tanah miliknya seluas 1.655 meter persegi beserta beberapa bangunan tiba-tiba dilelang setelah dijadikan jaminan pinjaman sebesar Rp1,5 miliar. Ironisnya, semua itu dilakukan tanpa sepengetahuannya.

Ia mengaku hanya diminta menandatangani dokumen yang disebut-sebut sebagai berkas pemecahan sertifikat untuk anak-anaknya. Karena buta huruf, Mbah Tupon menuruti tanpa memahami isi dokumen.

“Saya cuma tanda tangan di dalam ruangan, lalu disuruh keluar. Tidak ada yang menjelaskan,” ucapnya lirih.

Kini, Mbah Tupon hanya memiliki satu harapan: tanah dan sertifikat itu bisa kembali ke tangannya.

“Pokoke niku sertifikate wangsul wonten tangan kulo malih,” ucapnya dalam bahasa Jawa.

Tagar #SaveMbahTupon Menggema di Media Sosial

Kisah pilu ini memantik simpati netizen. Di media sosial, tagar #SaveMbahTupon mulai viral dan menyuarakan keadilan bagi Mbah Tupon. Warganet berharap kasus ini menjadi pintu masuk untuk membongkar jaringan mafia tanah yang kerap menyasar warga lansia dan tidak berpendidikan.

Publik mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk tidak hanya berhenti pada pembentukan tim, tetapi juga menindak tegas oknum yang terlibat dalam praktik penipuan dan perampasan hak atas tanah warga kecil.

Kasus penyerobotan tanah ini pun mendapat perhatian serius dari Polda DIY dan Pemerintah Kabupaten Bantul. Polda DIY langsung melakukan penyelidikan atas apa yang dialami keluarga Mbah Tupon dan akan segera mengusut tuntas kasus mafia tanah ini. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *