Geger Sleman! Lurah dan Bos Klub Malam Ditangkap, Korupsi Tanah Desa Demi Usaha Hiburan Malam

KABARSEMBADA.COM, SLEMAN – Skandal besar mengguncang Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seorang lurah aktif dan seorang pengusaha kelab malam resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Sleman dalam kasus dugaan penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) yang disinyalir akan digunakan sebagai lokasi hiburan malam.

Penetapan tersangka diumumkan usai pemeriksaan intensif pada Selasa (15/4/2025). Dua nama yang kini mendekam di balik jeruji adalah PFY, Lurah Kalurahan Trihanggo, dan ASA, seorang pengusaha hiburan malam sekaligus Direktur PT LNG.

“Hari ini kami resmi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus penyalahgunaan TKD. Mereka adalah PFY selaku lurah, dan ASA dari pihak swasta,” ujar Indra Aprio Handri Saragih, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sleman.

Kasus ini mencuat sejak Juli 2024, ketika ASA diketahui memberikan uang sebesar Rp 316 juta kepada PFY sebagai kompensasi penyewaan lahan TKD seluas 25.895 meter persegi di wilayah Padukuhan Kronggahan I. Transaksi ini tidak melalui prosedur hukum yang sah, bahkan tanpa persetujuan dari Gubernur DIY—sebuah syarat mutlak dalam pengelolaan tanah kas desa.

Diduga kuat, uang tersebut merupakan suap agar ASA bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk membangun fasilitas hiburan malam.

“Uang itu diberikan terkait kewenangan lurah dalam menyewakan tanah desa, padahal belum ada izin alih fungsi lahan dari pihak berwenang,” tambah Indra.

Parahnya, tanpa menunggu proses legal, pembangunan langsung dilakukan. Kejaksaan menemukan proyek pembangunan jalan akses dan pondasi bangunan di lokasi yang belum disahkan penggunaannya.

Dari total uang yang diterima, Rp 200 juta digunakan untuk pembayaran sewa secara sepihak dan dibuatkan daftar penerima yang tak resmi. Sekitar Rp 160 juta disebar ke sejumlah perangkat kalurahan, termasuk kepala dusun, sebagai tambahan penghasilan tak resmi alias “pelungguh”.

Uniknya, PFY sempat mewajibkan seluruh penerima dana itu menyetor 20 persen ke kas desa sebagai Pendapatan Asli Kalurahan (PAK). Sisanya, sekitar Rp 115,8 juta, digunakan untuk biaya ganti rugi petani, pengukuran lahan, dan kegiatan sosialisasi yang juga belum jelas dasar hukumnya.

Atas perbuatannya, PFY dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) huruf a, b, serta Pasal 11 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sementara ASA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, b dan Pasal 13 undang-undang yang sama.

Kejaksaan menegaskan masih terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.

“Kami akan telusuri lebih lanjut aliran dana dan dugaan keterlibatan pihak lain,” tutup Indra.

Netizen Bereaksi: “Tanah Desa Jadi Klub Malam? Edan!”

Kasus ini langsung menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak netizen mengecam keras upaya alih fungsi tanah kas desa menjadi lokasi kelab malam. Warganet pun mempertanyakan pengawasan pemerintah daerah terhadap aset desa yang rawan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *