Heboh! Bantul Siapkan Lahan 5 Hektare untuk Sekolah Rakyat, Tapi Program Ini Malah Picu Pro-Kontra

KABARSEMBADA.COM, BANTUL – Rencana pembangunan Sekolah Rakyat di Kalurahan Temuwuh, Dlingo, Bantul, mengundang perhatian publik. Meski lahan seluas lima hektare telah disiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul, proyek pendidikan yang digagas Kementerian Sosial RI ini masih menyisakan tanda tanya besar—terutama soal kesiapan teknis, waktu pelaksanaan, hingga polemik sosial yang mulai bermunculan.

“Dari sisi lokasi, luas area, dan aksesibilitas, kami sudah siap. Tapi kami masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah pusat,” ujar Sekretaris Daerah Bantul, Agus Budi Raharja, Minggu (13/4/2025).

Lahan yang disiapkan merupakan tanah kas desa yang akan digunakan melalui skema sewa oleh pemerintah pusat. Namun, belum ada kejelasan kapan pembangunan fisik akan dimulai.

Sekolah Asrama Tapi Belum Ada Jadwal?

Menurut Agus, bangunan sekolah direncanakan akan berfasilitas asrama. Tapi jika pembangunan dimulai dari nol, dipastikan tidak akan rampung sebelum tahun ajaran 2025/2026. Setidaknya dibutuhkan waktu satu tahun untuk proses konstruksi.

“Kami belum menerima petunjuk teknis dari pusat. Termasuk soal jumlah murid dan tenaga pengajar,” tambahnya.

Plt Panewu Dlingo, Marji Hidayat, menyambut baik rencana tersebut. Ia menilai keberadaan Sekolah Rakyat bisa menjadi solusi pemerataan akses pendidikan di wilayahnya.

“Lahannya saat ini memang masih lahan pertanian, tapi tinggal diurug kalau akan dibangun. Kami mendukung sepenuhnya,” ungkap Marji optimistis.

Potensi Timbulkan Stigma dan Kacaukan Anggaran Pendidikan?

Namun, dukungan ini tidak sepenuhnya bulat. Sekretaris Komisi D DPRD Bantul, Herry Fahamsyah, justru mengingatkan adanya potensi masalah serius dalam pelaksanaan program ini.

Herry mempertanyakan logika sosial dari pendirian Sekolah Rakyat. Menurutnya, jika siswa dari keluarga miskin dikumpulkan dalam satu lembaga, hal itu justru bisa memperkuat stigma kemiskinan.

“Alih-alih membantu, ini bisa menambah sekat sosial. Sekarang saja sudah ada jalur afirmasi untuk siswa miskin di sekolah reguler tanpa biaya. Kenapa harus dipisah?” tegas Herry.

Ia juga menyoroti tumpang tindih kewenangan antarinstansi karena program ini berada di bawah Kementerian Sosial—bukan Kementerian Pendidikan. Padahal, Kemensos selama ini tidak memiliki rekam jejak dalam mengelola institusi pendidikan formal.

Hingga saat ini, tidak ada kejelasan apakah Sekolah Rakyat akan memanfaatkan bangunan sekolah lama yang mangkrak—seperti sekolah Inpres—atau akan dibangun dari nol dengan anggaran khusus.

Netizen, Gimana Pendapat Kalian? Apakah Sekolah Rakyat ini solusi untuk pendidikan inklusif, atau justru memperbesar jurang sosial? Tulis komentarmu dan tag temanmu biar makin ramai diskusinya! (*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *