KABARSEMBADA.COM, BANTUL – Nuansa sakral dan kebersamaan menyelimuti pelataran Ndalem Atemorejan, Kalurahan Trimurti, Kapanewon Srandakan, Bantul, saat ratusan warga mengikuti prosesi adat Bakdo Mangiran pada Kamis (3/4/2025). Tradisi yang digelar setiap bulan Syawal ini merupakan simbol rasa syukur serta bentuk penghormatan terhadap leluhur masyarakat setempat.
Acara budaya yang telah berlangsung secara turun-temurun ini dihadiri oleh sejumlah pejabat daerah, termasuk Wakil Bupati Bantul Aris Suharyanta, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepala Dinas KUKMPP, Panewu Srandakan, hingga tokoh adat dan masyarakat.
Dalam sambutannya, Lurah Trimurti, Agus Purwaka mengungkapkan bahwa Bakdo Mangiran bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan wujud penyucian diri secara lahir dan batin yang telah diwariskan sejak zaman nenek moyang.
“Tradisi ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk senantiasa bersyukur atas limpahan rezeki dan keselamatan. Ini adalah warisan budaya yang sarat nilai-nilai spiritual,” ujar Agus.
Lebih lanjut, Agus juga menyampaikan kebanggaannya karena Bakdo Mangiran telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh pemerintah, sebuah pengakuan resmi atas nilai historis dan budaya dari tradisi tersebut.
Komitmen Pemerintah dalam Melestarikan Budaya
Wakil Bupati Bantul, Aris Suharyanta, dalam sambutannya menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian budaya lokal. Ia menyebut tradisi seperti Bakdo Mangiran merupakan identitas budaya yang harus terus dilestarikan.
“Budaya lokal adalah jati diri kita. Pemerintah Kabupaten Bantul berkomitmen untuk mendukung pelestariannya melalui berbagai program, khususnya yang menyasar generasi muda,” tutur Aris.
Prosesi Bakdo Mangiran diawali dengan kirab prajurit dan gunungan dari Joglo Mangiran menuju Makam Caturloyo Mangiran. Gunungan yang berisi hasil bumi ini menjadi simbol rasa syukur dan nantinya diperebutkan warga dalam tradisi rayahan, sebagai bentuk doa untuk berkah dan kemakmuran.
Tak hanya itu, suasana semakin meriah dengan pertunjukan seni tradisional, mulai dari sendratari yang mengangkat legenda lokal hingga atraksi jathilan, reog, dan ketoprak. Penampilan tersebut tak hanya menjadi hiburan, tetapi juga media pelestarian budaya leluhur.
Upacara Bakdo Mangiran menjadi momentum penting untuk menjaga nilai-nilai tradisional di tengah arus globalisasi. Selain memperkuat identitas budaya, tradisi ini juga menjadi sarana mempererat tali silaturahmi dan kebersamaan warga.
Dengan tetap lestarinya Bakdo Mangiran, masyarakat Trimurti membuktikan bahwa warisan budaya bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan kekayaan yang hidup dan terus tumbuh di hati generasi sekarang. (*)
Tinggalkan Balasan