KABARSEMBADA.COM, SLEMAN – Santri tidak selalu identik mengaji alquran, belajar kitab, dan selalu melakukan aktivitas religi saja. Faktanya, banyak pondok pesantren telah mengajarkan ilmu pengetahuan dan melatih keterampilan kepada para santrinya sesuai dengan minat dan bakatnya. Seperti yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Tahfidz Cahaya Al Quran Yogyakarta yang menyelenggarakan Program Santri Ngaji Barista (membuat kopi).
Sejumlah santri asal pondok pesantren ini serius mengikuti Ngaji Barista sekaligus belajar kewirausahaan di Kafe Kopi dan Roti Bakar Mas Agus yang berlokasi di Jalan Kaliurang Km 16, Kledokan, Pakembinangun, Sleman, Yogyakarta.
Dari pantuan di kafe tersebut, para santri terlihat antusias memperhatikan arahan dari sang pemilik kafe yaitu Catur Arif yang sedang mempraktekkan tata cara membuat kopi yang dilakukan oleh seorang barista.
“Saya senang ada pesantren yang membuat Program Santri Ngaji Barista. Jadi, bikin kopi itu tidak boleh asal-asalan. Komposisi kopinya harus ditakar dan diperhatikan air panas yang akan digunakan. Harus konsisten agar rasanya tidak berubah-ubah,” kata Catur kepada kabarsembada.com, Kamis (13/2/2025).
Catur menerangkan, yang dimaksud tidak boleh asal-asalan ketika membuat kopi adalah seorang barista diwajibkan selalu menjaga emosinya ketika sedang membuat kopi. Seorang barista tidak boleh marah, cemberut, dan sedih ketika meracik kopi.
Ia menyakini, emosi negatif seorang barista ketika membuat kopi dapat mempengaruhi terhadap kualitas racikan kopi dan berimbas pada sang peminumnya.
“Jadi, ketika membuat kopi itu sang barista harus dalam kondisi emosinya positif. Dengan demikian, Insya Allah kopi yang dibuatnya akan terasa nikmat ketika diminum pelanggan,” tandas Catur.
Catur mengaku senang dapat melatih para santri yang ingin belajar barista. Baginya, pelatihan ini bagian dari cara dirinya berbagi pengetahuan dan menambah skill bagi para santri. “Jik ada santri yang ingin belajar ke sini, dengan senang hati saya akan melatihnya sendiri,” tandas pria yang akrab disapa Mbah Cokro ini.
Dalam Program Santri Ngaji Barista ini, para santri tidak sekadar belajar teori saja namun diberikan praktik langsung oleh sang pemilik kafe. Selain itu, para santri dilatih tentang bagaimana menyapa dan melayani pelanggan.
“Keahlian itu penting tapi ettitude juga jauh lebih penting,” papar Catur.
Seorang santri bernama Abi Aufa Al-Habsyi mengaku senang dan bangga bisa mengikuti program Santri Ngaji Barista. Baginya, pelatihan ini sangat penting karena untuk menunjang keterampilannya dalam bidang usaha kuliner.
“Pelatihan ini sangat memberikan manfaat besar bagi diri saya. Saya sangat senang bisa belajar langsung di lapangan, bisa mengikuti program Santri Ngaji Barista. Ini pengalaman baru saya dibidang kopi dan barista. Hal ini tentu menambah wawasan diri saya dan juga mengajarkan saya tentang dunia bisnis dan entrepreneurship secara nyata,” jelas Abi.
Ia berharap, Program Santri Ngaji Barista ini dapat meningkatkan skill para santri. Sehingga, para santri kelak dapat langsung mandiri setelah selesai belajar di pondok pesantren dan kembali ke tengah masyarakat.
“Santri harus berani berwirausaha dan memahami bagaimana dunia kerja di sektor kuliner beroperasi. Semoga, ke depan Pondok Pesantren Tahfidz Cahaya Al Quran dapat terus menghadirkan program-program inovatif yang membekali santri dengan keterampilan hidup yang aplikatif dan bermanfaat seperti belajar membuat kopi dan aneka kuliner lainnya,” pinta Abi yang kembali mengapresiasi Program Santri Ngaji Barista. (*)
Tinggalkan Balasan