Polisi Ini Bentuk Grup Kuda Lumping, Rekatkan Remaja dari Dua Dusun yang Sering Berseteru

 

kabarsembada.com – Suara gemuruh alat musik tradisional terdengar jelas di Padukuhan Niten RT 06, RW 12, Nogotirto, Gamping, Sleman, Sabtu (7/9/2024).

Malam itu, sejumlah pemuda yang tergabung dalam kelompok seni kuda lumping sedang latihan. Suara gamelan mengiringi langkah lincah para penari yang tampak bersemangat.

Di jalanan sempit yang dipenuhi pemukiman warga, terlihat puluhan anak-anak dan remaja kompak menari kuda lumping. Kesenian tradisional Jawa ini mereka tampilkan dengan gerakan dinamis dan penuh atraksi.

Sementara itu, tepat di depan rumah Brigadir Polisi Deni Indra Kurniawan, sekompok remaja tampak memainkan gamelan dengan irama harmonis mengiringi para penari.

“Kami biasanya latihan tiga sampai empat kali seminggu, terutama kalau saya tidak dinas malam,” kata Brigadir Deni, 32 tahun, yang sehari-hari bertugas di Polsek Gamping.

Di balik gelaran tersebut, ada cerita unik mengenai bagaimana terbentuknya kelompok jathilan bernama Rekso Tirto Nuswantoro yang kini digawangi Deni. Semuanya dimulai dari acara ulang tahun anaknya, satu setengah tahun yang lalu.

“Saya memang sangat suka kesenian jathilan, jadi waktu anak saya ulang tahun, saya undang kelompok jathilan untuk tampil,” kenang Deni sambil tersenyum.

Antusiasme warga sekitar, terutama anak-anak, terhadap pertunjukan ini sungguh di luar dugaan. Anak-anak yang terpukau bahkan meminta Deni untuk kembali menghadirkan pertunjukan serupa.

“Mereka bilang, ‘Pak Deni, kapan lagi ada jathilan?’ waktu itu saya hanya bisa tersenyum,” tambahnya.

Permintaan polos anak-anak itu terus menghantui benak Deni. Ia merasa ingin memberikan lebih dari sekadar mengundang kelompok jathilan, tetapi membangun sesuatu yang bisa melibatkan anak-anak di lingkungannya secara langsung.

Tanpa diduga, ide Deni untuk membentuk kelompok jathilan mendapat sambutan luar biasa, baik dari anak-anak maupun orang tua mereka. Namun, ada tantangan lain yang menghadang.

“Saya belum tahu siapa yang bisa melatih mereka, apalagi alat-alatnya juga belum ada,” katanya sambil tertawa.

Semangat anak-anak yang begitu tinggi membuat Deni terdorong untuk mengambil tindakan. Ia pun menyisihkan sebagian gajinya untuk membeli perlengkapan jathilan, kuda lumping, topeng barongan, dan cemeti.

Namun, kendala terbesar adalah membeli gamelan, alat musik pengiring yang tak bisa dipisahkan dari pertunjukan jathilan.

Dengan dukungan penuh dari sang istri, Deni mengambil keputusan berani: menjual salah satu sepeda motornya untuk membeli seperangkat gamelan.

“Istri saya mendukung penuh keputusan itu. Dia tidak keberatan sama sekali,” ungkapnya penuh rasa syukur.

Tak sekadar membentuk kelompok seni, Deni juga membawa misi mulia. Ia mengajukan satu syarat kepada para anak-anak dan remaja yang ingin bergabung.

“Mereka harus bersedia berlatih bersama dengan anak-anak dari dusun tetangga, Padukuhan Karangtengah,” pungkasnya.

Dua dusun ini memang dikenal kerap berseteru, terutama di kalangan remaja yang terpecah oleh dukungan mereka terhadap dua klub sepak bola asal Yogyakarta.

Perselisihan kecil sering berujung pada perkelahian yang melibatkan polisi. Deni ingin memanfaatkan kesenian tradisional ini sebagai jembatan untuk menyatukan mereka.

“Lewat jathilan ini, saya ingin mereka belajar untuk lebih mengenal satu sama lain, rukun, dan tidak mudah tersulut provokasi,” ujar Deni.

Kini, kelompok jathilan Rekso Tirto Nuswantoro sudah memiliki sekitar 30 anggota dengan rentang usia 9 hingga 20 tahun. Mereka rutin berlatih bersama, mengekspresikan diri dan menyatukan perbedaan melalui seni.

Azka, seorang anak berusia 11 tahun, terlihat sangat senang bisa ikut menari. “Saya senang sekali bisa njathil di sini. Terima kasih, Pak Deni!” serunya dengan gembira.

Sementara itu, Tegar, pemuda berusia 20 tahun yang sebelumnya sudah memiliki pengalaman di grup jathilan lain, diberi tanggung jawab lebih oleh Deni untuk melatih anak-anak.

“Saya diminta Pak Deni untuk bantu melatih adik-adik di sini. Senang sekali rasanya bisa berbagi ilmu,” ungkap Tegar penuh antusias.

Deni berharap kelompok ini bisa terus menjadi sarana positif bagi anak-anak dan remaja di lingkungannya. Ia juga bermimpi untuk membawa kelompok ini tampil di berbagai acara, termasuk di lingkungan instansi kepolisian.

“Yang utama, saya ingin mereka rukun dan punya kegiatan positif. Kalau nanti mereka bisa tampil dan mendapatkan uang saku tambahan, itu lebih dari cukup. Saya tidak akan mengambil bagian sedikit pun,” tegas Deni.

Dengan penuh dedikasi, Brigadir Polisi Deni Indra Kurniawan terus mengawal dan mengembangkan kelompok jathilan yang telah ia rintis.

Misi mulianya sederhana, namun berdampak besar: menciptakan generasi muda yang rukun, berkarya, dan bangga pada budaya mereka sendiri.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *