KABARSEMBADA.COM, YOGYAKARTA – Festival seni inklusif terbesar di Indonesia, Suluh Sumurup Art Festival (SSAF) 2025, resmi dibuka di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Kamis (15/5/2025) sore. Mengangkat tema “Jejer”, ajang ini menghadirkan semangat kesetaraan, dengan menempatkan penyandang disabilitas sebagai pelaku utama dalam dunia seni rupa nasional.
Perhelatan yang berlangsung hingga 23 Mei 2025 ini menampilkan 193 karya dari 131 seniman difabel yang berasal dari 15 provinsi di seluruh Indonesia. Pameran ini bukan sekadar ruang estetika, tetapi juga perwujudan inklusivitas dan penghormatan atas hak berekspresi semua kalangan.
Pembukaan SSAF 2025 dilakukan langsung oleh Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), KGPAA Paku Alam X, mewakili Gubernur DIY. Dalam sambutannya, ia menggarisbawahi bahwa “Jejer” adalah simbol posisi sebagai subjek—bukan objek—dalam kehidupan dan seni.
“’Jejer’ adalah berdiri tegak, menatap dunia dengan keberanian, menjadi diri sendiri tanpa bayang-bayang siapa pun,” ujar Sri Paduka.
Sri Paduka juga menekankan bahwa SSAF adalah ruang kasih dan keberanian, di mana setiap karya menjadi wujud cinta dan perjuangan seniman difabel.
Turut hadir dalam pembukaan, Direktur Pengembangan Budaya Digital Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rijal, serta Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, yang menyatakan bahwa SSAF merupakan bentuk nyata dukungan negara dalam menciptakan ekosistem seni yang inklusif.
“Festival ini menjadi langkah strategis memperkuat peran disabilitas dalam lanskap seni nasional,” kata Dian.
Penyelenggaraan SSAF 2025 didukung oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Kementerian Kebudayaan, sebagai bentuk komitmen atas keadilan sosial dan hak asasi manusia di bidang seni.
Salah satu keistimewaan SSAF 2025 adalah desain penyelenggaraan yang inklusif sejak awal. Panitia menghadirkan juru bahasa isyarat dan juru bisik untuk memastikan pengunjung tuli dan tunanetra dapat menikmati pameran secara utuh.
Pameran ini dikuratori oleh tiga tokoh seni rupa nasional: Nano Warsono, Budi Irawanto, dan Sukri Budi Dharma. Ketiganya menegaskan bahwa SSAF adalah ruang penting bagi seniman difabel untuk tampil setara dan berdaya dalam dunia seni.
Beberapa seniman yang menjadi sorotan dalam SSAF 2025 antara lain Wiji Astuti dan Rofitasari Rahayu, yang bukan hanya sebagai peserta, namun juga representasi suara disabilitas dalam narasi kesenian kontemporer.
SSAF 2025 tak hanya menyuguhkan karya visual, tetapi juga serangkaian acara interaktif seperti pertunjukan musik, pemutaran film, tur galeri, diskusi seni, hingga workshop membatik, literasi sastra, dan pengenalan bahasa isyarat.
Menariknya, seluruh rangkaian kegiatan ini dikelola secara kolaboratif oleh pelaku seni difabel, yang bertindak sebagai panitia, fasilitator, bahkan pengisi acara utama.
Dengan mengangkat semangat “Jejer”, Suluh Sumurup Art Festival 2025 mengajak masyarakat untuk menata ulang cara pandang terhadap perbedaan dan disabilitas. Di tengah arus perubahan sosial dan budaya, SSAF menjadi suluh yang tak padam, menyinari keberanian, ketulusan, dan harapan melalui seni rupa. (*)
Tinggalkan Balasan